Kamis, 10 November 2011

BUNDA


Tiada kata yang lebih pantas untuk pahlawan sekaligus inspiratorku yang satu ini. Jiwanya adalah jiwa termulia sedunia. Kasihnya begitu tiada tara. Andaikan aku disuruh menilai dialah orang pertama yang aku nilai sempurna. Jasanya yang begitu besar, emas permata pun gak akan bisa membalasnya. Satu kata begitu bermakna, tinggi dan begitu indah..”BUNDA”.
            Bunda adalah orang pertama di dunia ini yang aku kenal. Dia sang surya yang selalu menyinari hariku dengan lautan kasih sayang. Aku tak membayangkan jika suatu hari nanti aku kehilangan sang Bunda tercinta. Tapi takdir dan kenyataanlah yan selalu berkuasa tentang skenario kehidupan ini. Andai roda kehidupan bisa kuputar, aku akan memutarnya di posisi selalu teratas. Berharap bunda akan selalu bahagia, bangga, dan tak ada lagi tetesan air mata di pipinya yang lembut.
            Suatu ketika saat aku duduk menemaninya memasak air, ada beberapa ceritanya yang membuat aku harus bangkit. Setiap katanya begitu bermakna, terlalu menusuk sampai ke relung hati yang paling dalam.
“nduk, tetaplah bersyukur atas apa yang Allah berikan. Allah tidak akan memberikan ujian diluar batas kemampuan hambanya. Belajarlah yang benar. Berjuanglah, Bunda dan Ayahmu akan selalu mendoakan yang terbaik untukmu. Di dunia ini tak ada orang tua yang akan tega menjerumuskan anaknya sendiri. Ilmu yang sekarang kamu tuntut memang penting dan utama untuk masa depanmu, tapi jangan sekali-kali kamu melupakan Yang Maha Kuasa. Walaupun nanti kamu bisa jadi orang yang dihormati, kaya raya tapi kalau akhlakmu buruk, tidak tahu sama orang tua, kufur nikmat, itu sama saja NOL. Agama itu harus selalu diutamakan, jangan pernah kau sepelekan karena itu adalah bekal untuk kehidupan kita nanti”.
            Selesai dengan nasehat tersebut aku hanya mengiyakan saja apa yang dikatakan Bundaku. Kata- kata tersebut hanya seperti angin lalu yang masuk kuping kanan keluar kuping kiri bagiku. Lalu ia lanjutkan kembali ceritanya tentang masa kecilnya, dan aku masih sibuk dengan cucian piringku.

“bersyukurlah, kehidupanmu yang sekarang itu lebih baik daripada kehidupanku dulu sewaktu kecil. Dulu itu ibu selalu cekoki dengan yang namanya pekerjaan dari pagi hingga malam. Tak ada kata bermain dengan teman sebaya. Yang harus kulakukan bekerja dan bekerja, hingga indahnya masa kecilku, ku gadaikan hanya untuk membantu orang tua. Pendidikan yang ibu dapatkan juga tak seberapa. Ibu hanya lulusan SD nduk, jangankan untuk sekolah, dulu untuk makan aja saja kami kekurangan. Dari kedelapan bersaudara hanya satu orang saudara ibu yang berhasil sampai menyenyam bangku sekolah menengah atas. Yaitu budemu…bude Tumirah. Budemu emang sangat ulet, setiti, telaten dan rajin. Dulu ketika ibu mau sekolah aja, sama mbahmu cuma dijarke (dibiarkan). Sekolah silakan, tidak ya silakan. Mau daftar  sekolah saja ibu tidak diantar, apalagi didaftarkan. Mengenyam pendidikan sampai ke sekolah menengah pertama adalah mimpi ibu yang sedari dulu tidak akan pernah menjadi kenyataan.”
 Dalam benakku, seketika aku teringat oleh cerita mbah siwo tentang masa kecil ibuku yang memang penuh dengan keprihatinan. Mbah siwo bilang,”dulu ibumu itu memang sangat kasian sekali. Kalau pulang sekolah mukanya sudah kucel, sragam tuanya yang udah kecoklatan selalu setia mendampingi tubuhnya. Dengan langkah yang sempoyongan, mungkin karena kecapekan sudah dapat dipastikan itu pasti ibumu. Ya maklumlah. Waktu itu dia tidak dibelikan sragam baru seperti kebanyakan anak pada umumnya. Dia hanya memakai bekas seragam sekolah kakaknya yang terdahulu. Keadaan ekonomilah yang membuatnya harus begitu”. Hatiku begitu terenyuh ketika kumendengar ceritanya, sungguh malang masa kecilnya. Kini dia sedang mengenang masa kecilnya yang begitu sedih, dan aku bisa merasakan semua itu.
            Dalam hatiku sebenarnya aku menangis lirih, “Ya Allah kenapa begitu pahit masa kecilnya? Jangankan untuk bersekolah, bermain saja ia tak punya waktu.  Waktunya telah habis untuk membantu orang tuanya bekerja. Tapi kenapa masih ada hati yang ikhlas dan tulus sepertinya??? Apa yang Engkau recanakan Ya Rabbi, Atas hamba-MU yang satu ini??adakah KAU selalu mendengar apa yang selalu ia adukan? semoga ia selalu KAU beri kemudahan dalam setiap langkah hidupnya. Andaikan dulu aku terlahir lebih terdahulu darimu Bunda dan telah menjadi orang yang sukses, tentu ingin rasanya tanganmulah yang pertama aku angkat dari kehidupanmu!!”. Dan saat itu masih banyak lagi berderet pertanyaan dan doa yang ada dalam hati dan benakku.
            Roda kehidupan yang akan selalu berputar, bermodal mimpi, doa, usaha dan keyakinanlah maka kita tinggal tunggu hari indah itu kan datang. Harapan yang tak pernah putus, karena harapan adalah mimpi yang tak pernah mati. Semangat untuk menjadi apa yang kita inginkan ataupun mencapai apa yang kita ingin raih. Semangat  yang membara adalah bahan bakar yang harus selalu ada dan tersedia untuk menyambut hari indah itu. Keindahan yang sebenarnya adalah keindahan yang terletak pada prosesnya untuk menjadi orang. Orang yang sebenar-benarnya orang adalah mereka orang yang mampu memberi manfaat kepada orang lain.
            Dari berbagai cerita bunda aku perlahan dapat membuka mataku lebar-lebar. Bagaimana indahnya hidup ini. Bagaimana Tuhan memberiku kesempatan dan keberuntungan yang lebih daripada yang lain. Tinggal bagaimana cara kita mensyukurinya. Merasa cukup atau tidak. Proses kehidupan yang terus berputar, hingga suatu nanti waktulah yang akan menjawab tantangan kehidupan. Apakah kita cukup mampu dan pantas menjadi orang yang dibanggakan ataukah sebaliknya.
            Terimakasih aku ucapkan kepada Bunda, yang selalu ada menemaniku, menyayangiku, mengasihiku, membantuku, dan yang sudah terlalu banyak mengajariku tentang kehidupan. Semoga aku bisa menjadi lebih dari harapan Bunda…
Terimakasih atas semangat dan pengertian Bunda…

Bunda..
Ku merajuk, melawan, menangis…
Ku sakit, jatuh, menangis, kesepian…
Hingga sendiri dan sepi tak terbunuh lagi
Tapi kaulah malaikat yang selalu dihati


Air matamu bagai mutiara yang tiada tara harganya..
Tangis, sedih, deritamu karena aku.
Akankah aku mampu membayar semua itu..

Tidak bunda,,
Aku tahu tak akan bisa..

Hanya doa yang selalu aku panjatkan,,
Semoga Tuhan membangunkan surga untukmu
Untuk hatimu yang suci
Untuk jiwamu yang bersih
Untuk kasih sayang yang tulus
Untuk semangat hidupku
Dan untuk semuanya
Duhai Bunda…