Karya: Muhammad Nur Hidayat
Desingan peluru terdengar nyaring di sana sini, sore itu Desa Bias sedang diserbu para kompeni. Mereka menyerbu Desa Bias karena desa itu dijadikan sarang pemberontak kemerdekaan yang cukup kuat dengan pimpinan Karman. Sore itu Desa Bias menjadi medan pertempuran sengit antara kelompok yang diketuai Karman dengan para kompeni Belanda. Untungnya Karman dan teman-temannya sudah mengetahui penyergapan ini, sehingga dua hari yang lalu waga Desa Bias sudah diungsikan ke desa sebelah, sementara Karman dan kelompoknya berjaga-jaga di Desa Bias.
Karman dan kelompoknya terlalu kuat bagi kompeni-kompeni itu, kompeni-kompeni yang menyerbu Desa Bias dapat dipukul mundur. Hal ini membuat pimpinan kompeni geram. Dan berencana melakukan penyerbuan yang lebih besar.
Belanda menyerbu untuk yang ke dua kalinya ke Desa Bias, tapi kali ini jumlah tentara Belanda jauh lebih besar dari sebelumnya. Maksud Belanda menyerbu Desa Bias adalah melenyapkan para pemberontak yang ada di desa itu. Pertempuran untuk yang kedua kalinya pun dimulai,karena banyaknya tentara Belanda yang menyerbu, kali ini kelompok karman yang terdesak dan lari kedalam hutan persembunyian mereka. Saat mereka lari ke hutan, pasukan Belanda mengejar sampai ujung desa, Karman yang tahu bahwa keompoknya tak akan selamat mempunyai inisiatif untuk mengalihkan perhatian pasukan Belanda serta memberi waktu agar teman-temannya dapat lari dengan aman. Karman ditangkap dan dibawa ke penjara oleh kompeni-kompeni Belanda itu. Teman-teman karman tahu bahwa pimpinan mereka telah tertangkap dan dipenjara. Tapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa karena Belanda terlalu kuat.
Dari kejadian itu, yan paling terpuruk adalah Mila, istri Karman yang sedang mengandung tiga bulan. Sudah seminggu ini dia tidak bertemu suaminya, dia ingin sekali bertemu suaminya karena suaminya belum tahu kalau dia hamil. Berhari-hari informasi dari teman-teman Karman dikumpulkannya untuk mencari Karman.
Para kompeni tahu bahwa teman-teman Karman yang bersembunyi di hutan merupakan ancaman yang serius. Belanda pun juga tahu bahwa warga Desa Bias mengungsi ke desa sebelah, dengan maksud menduduki desa itu Belanda mengirimkan seribu pasukannya ke desa itu. Mereka mengira bahwa dengan mereka menguasai dan menindas warga di desa itu termasuk warga Desa Bias maka para pemberontak itu akan keluar dari persembunyiannya. Tapi ternyata Belanda salah perhitungan, para pemberontak tak kunjung keluar dari persembunyiannya.
Sementara itu, Karman yang ada di penjara setiap hari disiksa, sebagai pelampiasan karena belanda tidak dapat menghabisi para pemberontak. Bahkan salah satu sipir penjara Belanda pernah membuang kotorannya ke muka Karman. Hampir satu bulan Karman dipenjara, setiap hari Karman diintrogasi mengenai rekan-rekan pemberontaknya.
“Hey, Kau pribumi! Dimana teman-teman pemberontakmu itu?”kata sipir Belanda.
“Cuih!! Cari saja sendiri!”
“Dasar keras kepala, lekas katakan di mana tempat persembunyian para pemberontak, pasti kau tahu tempat mereka, kau pemimpinnya bukan!”
Berkali-kali Karman disiksa dan diintrogasi, tetapi Karman tak mau mengaku dimana teman-temannya bersembunyi. Sebenarnya Karman tahu jika teman-temannya besembunyi di bunker di hutan, tempat yang dibuatnya bersama teman-temannya untuk menyimpan senjata, berkumpul dan besembunyi jika ada kejadian darurat seperti serangan dari musuh. Bagi Karman, keselamatan rekan-rekannya lebih penting daripada keselamatannya, lebih baik dia mati daripada teman-temannya yang mati. Prinsip kesetiaan ini tetap dipegangnya teguh sampai detik ini.
Siang hari, saat Karman sedang duduk di sel, tiba-tiba ada suara seorang wanita yang memanggil namanya. Karman kenal suara itu, itu suara Mila, istrinya. Pintu sel pun dibuka, Karman melihat istrinya dipegang oleh kepala sipir penjara, dari pandangan mata kepala sipir itu sepertinya dia menyukai Mila. Mila langsung melepaskan pegangan kepala sipir itu, langsung memeluk tubuh Karman yang tulang-tulangnya menonjol dan merah berlumuran darah.
“Jangan datang kesini, Mila. Aku tak suka kau dipandang dengan pandangan nafsu kepala sipir itu dan dipermainkan begini.”
Mila menurut, setelah memberitahu suaminya tentang kehamilannya, Mila menjauh dari Karman. Pandangan Karman tertuju pada perut Mila yang didalamnya terkandung jabang bayi, anak Karman kelak.
Pagi, Karman mendengar kompeni-kompeni memanggil nama istrinya dalam bahasa mereka. Karman tak tahu apa atinya tetapi sakit hatinya karena cara mereka memangil nama itu mirip dengan cara mereka memanggil anjing mereka. Pintu sel Karman terbuka, Mila masuk membawakan Karman sekeranjang makanan. Karman menyembulkan kepalanya sambil memadang mata Mila.
“Mila, sudah kubilang kemarin, jangan kesini. Aku tidak suka dia(kepala sipir penjara) memandangmu dengan nafsu seperti itu.”
“Mas, aku tak tega melihatmu kurus kering begini.”
“Tapi kamu dipermainkan kompeni-kompeni itu.”
“Aku kasihan padamu mas.”
“Aku laki-laki Dek, aku kuat.”
“Tapi, kau disiksa begini mas. Mas …..”
“Tak apa Dek, meski disiksa aku tak akan berhianat. Laki-laki tidak boleh berhianat. Aku tak akan memberitahu mereka tentang persembunyian teman-teman,tenang saja Dek.”
“Tapi kamu tahu kan Mas?” Tanya Mila
“Tentu saja aku tahu, ditempat itu tempat kami berkumpul dan menyimpan senjata.”
“Tapi Mas, kamu…….”
Tiba-tiba pintu sel dibuka dan para kompeni Belada menyeret Karman beserta Mila ke sebuah rangan tertutup yang lumayan besar. Karman diikat dan dicambuki sambil ditanya-tanya para kompeni itu. Mila menangis melihat suaminya dicambuki seperti itu.
“Hai, kau katakan dimana teman-temanmu itu. Atau aku cambuk kau seperti anjing!”
Cuih! Karman meludah. Cambuk pun kembalu menari-nari di badan Karman yang berdarah-darah. Waktu Karman dicambuki, kepala sipir memegang tangan Mila, Sebenarnya Mila ingin melawannya tapi Mila terlalu takut untuk melakukannya.
“Hey anjing! Lihat istrimu yang cantik ini, dia akan dicium oleh kepala sipir kami, hahahaha” kata seorang kompeni kepada Karman sambil tertawa
“Dasar kalian hewan!!!”
“Ya, kami memang hewan, sebentar lagi pimpinan dari hewan-hewan ini akan memperistri istrimu yang cantik ini.”
“Apa maumu?” Tanya Karman.
”Kau pasti tahu kan dimana teman-teman pemberontakmu bersembunyi. Lekas katakan dimana mereka! Maka istrimu akan kembali padamu.”
Mata Karman merah, darah keluar dari hidungnya, mukanya merah padam,ototnya megeras dan kelihatan, dia pegang erat-erat kursi tempatnya diikat, matanya menatap tajam tertuju pada kepala sipir penjara.
“Baik, akan kukatakan dimana mereka, tapi biarkan istriku, jangan anggu dia!”
“Baiklah akhirnya kau mau mengaku juga.” Kata kepala sipir penjara.
“Tapi, lepaskan dulu ikataku! Aku tak nyaman bila begini.”
“Apa kau gila? Nanti kau lari dari sini!”
“Kau yang gila! Tak mungkin aku berani lari dari sini. Lihat penjaga-penjagamu itu, tak mungkin aku bisa lolos dari mereka”
“Baiklah, akan kulepas ikatanmu, tapi kau harus menepati janjimu!”
“Baiklah, laki-laki tak boleh melanggar janji.”
“Tapi mas!” Mila menyahut.
“Diamlah Mila. Jangan menangis, sekarang keluarlah!”
Mila menyingkir ke dekat pintu. Mila sungguh menyesal, gara-gara dirinya suaminya berhianat pada teman-temannya,dan pada bangsa dan negara. Mengapa dia harus menjenguk Karman. Satu hal yang sulit termaafkan oleh dirinya sendiri.
Ikatan Karman sudah dilepas. Karman pelan-pelan melemaskan urat syarafnya di tengah-tengah kompeni-kompeni yang mengacungkan senapan padanya.
“Kau disitu saja, jika melangkah satu langkah, kutembak kau!”
“Kau ini pengecut, aku hanya sendiri sedangkan kalian banyak.”
“Lekas katakana, jangan omong terus!!”
“Mereka bersembunyi disebuah bunker, bunker tersebut ada di….”
Mila menutup telinganya, tak mau mendengar suaminya berhianat. Tapi saat dia menyebutkan kata “bunker itu ada di….” Dengan gesit Karman menyepak salah seorang penjaga dan merebut senjatanya lalu menembakkannya ke kompeni-kompeni yang sedang berjaga dan menghabisi enam kompeni. Semuanya terasa berputar-putar begitu cepat.
Setelah seminggu dari kejadian itu, tersiar kabar dari parakompeni bahwa Karman telah berhianat, karman telam memberitahu dimana pemberontak itu bersembunyi. Teman-teman Karman mengetahui isu itu, mereka kecewa pada Karman, pimpinan mereka. Padahal Karman tidak berhianat. Hanya saja kompeni yang terlalu pintar untuk berbohong dan mengadu domba.
3 komentar:
karya ne adekmu an?
iyooolahhh....
Posting Komentar